Sabtu, 10 Januari 2015

Kita dua yang tersisah di Papua.


Oleh Fransiskus Douw

Kita Berdua adalah Anak kecil, Manusia Melanesia
Manusia Bumi Cendrawasih Papua.
Kita Berdua, walau hanyalah Berumur belia
Tapi  ingin berbagi cerita tentang perjalanan kehidupan manusia Melanesia.

Kita Berdua tahu bahwa kita tidak akan mencapai umur seperti dalam rahim ibu
Namun sebagai manusia Melanesia tidak ada yg dapat membantu kita berdua  
Dari datangnya Ancaman,Tekanan, Derita, Penindasan,
Terror, Penyiksaan, Pemerkosaan, dan Pembunuhan
Yang diperbuat oleh TNI/POLRI diatas Tanah kami Tanah Papua Melanesia

jikalau Kita berdua tahu bahwa kita berdua akan meninggal segera
Bila memang manusia Melanesia tidak menghantarkan kita berdua
Karena, hingga ke titik puncak perjuangan kebebasan di Bumi Cendrawasi ini
Tapi bagaimana?

Apakah mereka akan datang pada malam hari
Ketika kita berdua berbaring diatas tempat tidur
Dan menghancurkan Kekayaan Alam kami dan rumah kami?
Apakah manusia Melanesia membiarkan kita berdua
Dengan kehidupan  Penderitaan seperti ini?

Mereka akan berkata bahwa umur panjang kalian hanya omong kosong
Atau akankah manusia Melanesia mengerti akan penderitaan ini
Misalnya akan membawa kami berdua dari tekanan dan penindasan dan lainnya
Ke titik puncak perjuangan menuju kebebasan dan kedamaian

Kita berdua tahu pada suatu saat nanti
kita tak akan dapat kembali bersama-sama
Kami akan berpisah dengan mereka
Untuk selama-lamanya dan bebas dari tekanan
Dan penindasan diatas Alam kami Bumi Cendrawasih Papua Melanesia
 Ini sesuai dengan Kehendak dan Rencana Tuhan.

Ayah kita berdua,Ibu kita berdua dan manusia Melanesia
Kebanyakan sudah ditindas, dibunuh habis-habis oleh TNI/POLRI
Sambil mereka merampas-rampas hasil Kekayaan Alam kami
Di Bumi Cendrawasih yang Tuhan berikan
Untuk kami mengolah sendiri.

Namun, Kita berdua hanya menjumpai cerita yang lain
Jenazah yang berlumuran darah
Manusia Papua melanesia tak akan dapat hidup kembali dari kematian
Dan melawan TNI/POLTI bersama-sama
kita dua dan hanya kamilah yang tersisah di Bumi Cendrawasih ini.

Kalau kakak-kakak manusia Melanesia tidak Membawa kita berdua  
Ke titik puncak perjuangan kebebasan tubuh mungil kita berdua
Akan beristirahat di makam kecil kita berdua untuk selama-lamanya

Setiap hari,kita berdua duduk menatap arah matahari
Dan bertanya kepada matahari
Dengan hati yang penuh dengan derita,sedih dan sakit
Kapankah kebenaran itu bersinar?

Semuanya ini berakhir sambil menunggu Ayah,Ibu
Dan saudara-saudari manusia Melanesia
Yang sudah tiada di Bumi Cendrawasih ini
Untuk pulang kembali ke Bumi Cendrawasih

Tetapi saat kita berdua menatap matahari itu,
Dia juga selalu mengatakan kepada kita berdua
Dengan suara yang nyaring lembut
Bahwa Ayah,Ibu dan saudara-saudari Manusia Melanesia
Yang sudah terlebih dahulu meninggalkan Bumi Cendrawasih ini

Bahwa mereka tidak akan kembali
Tetapi mereka menuju ke tempat yang indah
Itu disana mereka akan menjadi Malaikat-malaikat
Karena mereka meninggalkan Bumi Cendrawasih itu diatas Kebenaran

Mereka selalu mengatakan kepada kita berdua pula
Agar tak takut akan Gelombang waktu menuju pembebasan
Dalam Perjuang Kebebasan yang penuh Damai
Karena kami berdua adalah Manusia  Melanesia selamanya

 
*) Penulis adalah Mahasiswa Papua asal Meepago